Apa Beda Vaksin Sinovac dan AstraZeneca? Ini 4 Perbedaan Utamanya
Jakarta -
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia masih terus berlangsung. Saat ini ada dua jenis vaksin Corona yang digunakan, yaitu vaksin Sinovac dan AstraZeneca.
Mungkin pertanyaan itu masih suka dipertanyakan oleh sebagian orang. Vaksin Sinovac dan AstraZeneca memang memiliki banyak perbedaan, termasuk teknologi yang dipakai pun berbeda.
Meski begitu, kedua vaksin tersebut sudah terbukti menunjukkan efektivitas dalam melawan infeksi virus Corona COVID-19. Selain itu, aspek keamanannya pun telah dibuktikan dalam uji klinis.
Lantas apa saja perbedaan dari vaksin Sinovac dan AstraZeneca? Berikut telah dirangkum detikcom.
Vaksin Sinovac
Vaksin Corona buatan Sinovac menggunakan inactivated virus atau virus utuh yang sudah dimatikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), metode ini sudah terbukti manjur dan telah digunakan dalam pengembangan vaksin lain, seperti flu dan polio.
"Hanya saja vaksin yang dibuat dengan cara ini membutuhkan fasilitas laboratorium khusus untuk mengembangkan virus atau bakteri dengan aman, waktu produksinya relatif lama, dan kemungkinan butuh dua atau tiga dosis suntikan," tulis WHO.
Vaksin AstraZeneca
Berbeda dengan Sinovac, vaksin AstraZeneca tidak mengandung virus Corona yang dimatikan. Namun, vaksin ini menggunakan vektor adenovirus simpanse.
Maksudnya, para pengembang vaksin AstraZeneca mengambil virus yang biasa menginfeksi simpanse, kemudian dimodifikasi secara genetik untuk memicu respons imun (viral vector).
"Pada vaksin viral vector, virus yang tidak berbahaya ini akan masuk ke dalam sel di tubuh kita lalu mengirim instruksi pembuatan sebagian kecil virus penyebab COVID-19. Bagian tersebut merupakan protein mirip paku (spike protein) yang ditemukan pada permukaan virus COVID-19," tulis Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).
"Sel kemudian menampilkan protein ini, lalu sistem imun kita mengenalinya sebagai benda asing. Ini akan memicu sistem imun menghasilkan antibodi dan sel-sel imun lainnya untuk melawan apa yang dianggap sebagai infeksi," lanjut CDC
Vaksin Sinovac
Dari hasil uji klinis tahap 3 di Bandung, vaksin Sinovac menunjukkan efikasi sebesar 65,3 persen dalam mencegah COVID-19. Hasil ini didapat berdasarkan uji coba kepada 1.600 orang di Bandung.
Vaksin AstraZeneca
Berdasarkan laporan terbaru, vaksin AstraZeneca disebut 76 persen efektif dalam mencegah kasus COVID-19 bergejala. Selain itu, AstraZeneca juga menyebut vaksin Corona buatannya 100 persen efektif mencegah penyakit parah karena COVID-19 dan rawat inap.
Vaksin Sinovac
Sekretaris Eksekutif Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Dr dr Julitasari Sundoro, MSc-PH, mengatakan bahwa efek samping vaksin Sinovac tidaklah berbahaya dan masih bersifat ringan.
"Misalnya efek samping lokal. Jadi nyeri pada tempat suntikan. Kita kan namanya dimasukin jarum, dimasukkin vaksin, berarti ada reaksi lokal," kata dr Julitasari.
"Ada juga reaksi sistemik, misalnya pegal-pegal kemudian demam ringan. Tapi itu sangat kecil karena vaksin yang tiba ini adalah vaksin yang inactivated, vaksin yang mati. Jadi efek sampingnya itu jauh lebih kecil dari vaksin-vaksin lain yang live attenuated atau vaksin-vaksin hidup," lanjutnya.
Vaksin AstraZeneca
Dikutip dari laman GOV.UK, sebagian besar efek samping yang dihasilkan dari vaksin AstraZeneca masih dalam kategori ringan-sedang. Di antaranya sebagai berikut.
Sangat umum (memengaruhi lebih dari 1 dari 10 orang)
Umum (memengaruhi 1 dari 10 orang)
Jarang (memengaruhi 1 dari 100 orang)
Vaksin Sinovac
Sinovac telah melakukan uji klinis terhadap dua kelompok usia, yakni dewasa (18-59 tahun) dan lansia (60 tahun ke atas).
Awalnya memang vaksin ini hanya diperuntukkan untuk usia 18-59 tahun. Namun, setelah dievaluasi lebih lanjut tentang keamanan dan efektivitasnya, vaksin Sinovac juga bisa digunakan untuk lansia 60 tahun ke atas dengan rentang penyuntikkan 28 hari antara dosis pertama dan kedua.
Vaksin AstraZeneca
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) mengatakan bahwa vaksin AstraZeneca dapat digunakan pada usia 18 tahun ke atas. Berdasarkan evaluasi lebih lanjut, rentang penyuntikkan yang direkomendasikan adalah 8-12 minggu antara dosis pertama dan kedua.
"Vaksin COVID-19 AstraZeneca dapat diberikan pada usia >18 tahun, sesuai dengan EUA (izin penggunaan darurat) yang telah diperbaiki pada interval dosis kedua menjadi 4-8 minggu atau 8-12 minggu. Namun, untuk pelaksanaan di lapangan secara operasional lebih tepat dipilih dengan interval 8 minggu," jelas ITAGI dalam keterangan resminya.
sumber : health.detik.com
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin